Thursday, December 16, 2010

norak mode on

ditengah kebisingan tentang hirukpikuk yang menyesakkan
seperti ada angin yang membawa ketenangan
yihiiiiiiiiii aku senang aku senang
tulisanku diapresiasi oleh dosen kebangaan
sama sekali bukan rasa kemenangan
setidaknya bisa dijadikan pijakan kelak untuk dikenang
pertahankan dan terus ditingkatkan, sukses kan menjelang
terus belajar belajar belajar. besok dan sekarang

^_^

01:11
Friday 17-Dec-2010

Wednesday, December 15, 2010

Indonesiaku

Miris dan menangis melihat berita di Televisi sekarang ini. semua tentang bencana. Indonesiaku sedang berduka. Kali ini berturut-turut, Mulai dari puting beliung, banjir bandang di Wasior Papua Barat, banjir yang melanda Ibu Kota Jakarta, Gempa yang berlanjut Tsunami di Mentawai pada tanggal 26 Oktober lalu hingga Gunung merapi meletus juga pada hari dan tanggal yang sama. Setelah dilihat ternyata bencana besar yang terjadi di Indonesia terjadi pada tanggal 26. Mulai dari Tsunami Aceh 26/11/04. Gempa Yogyakarta 26/05/06. Gempa Tasik 26/06/10 dan yang baru saja terjadi Tsunami Mentawai dan Letusan gunung merapi 26/11/10. Mengapa semua bencana Alam di Indonesia bahkan dunia terjadi pada tanggal 26? Apakah itu hanya kebetulan belaka? Hanya Tuhan lah yang Maha berkehendak atas semua itu yang mengetahui pasti. Bukan wilayah kami mengungkap hal tersebut dalam tulisan ini. Namun, keunikan dari tanggal tersebut cukup menunjukkan betapa Maha Agung kuasa Nya.

Dalam tulisan ini, kami tidak hendak meluapkan amarah tentang perilaku para pejabat yang acuh tak acuh, kami juga tidak hendak melarang mereka yang menghabiskan banyak uang untuk perjalanan dinasnya ke luar negeri, sungguh. Walau setiap membaca informasi tentang rencana renovasi gedung DPR yang super mewah tersebut rasanya sangat menyulut emosi, gemas! Karena sepertinya mereka hanya butuh suara kita pada saat pemilihan umum saja. Mereka tak butuh lagi suara-suara kita yang telah habis meneriakkan tentang rakyat yang kelaparan, tentang rakyat yang kehilangan pekerjaan, tentang meningkatnya angka pengangguran, tentang sekolah yang bagi sebagian orang hanya angan-angan, tentang pangan yang serba kekurangan, tentang kapan tegaknya keadilan. tentang gedung sekolah yang ambruk mencapai ratus ribuan. tentang anak-anak yang mati busung lapar dan kelaparan. tentang tidak teraksesnya kesehatan. Dan tentang tentang lainnya. Ditambah hari ini tentang bencana yang terus menerus berdatangan.

Menjadi catatan juga dosa itu pun tidak hanya milik pemerintah. Semua punya dosanya masing-masing, sudahkah kita berkaca, sudahkah kita mengaca tentang kondisi kita sendiri. Bisa jadi Tuhan marah pada kelalaian kita menyembah-Nya, kelalaian kita dalam meyakinin-Nya, atau kita termasuk orang-orang yang menyekutukan-Nya? Minimal, sudah cukupkah kita mensyukuri nikmat-Nya atau hanya makin sombong dan serakah saja dalam mempergunakan semua fasilitas dari-Nya di bumi yang pertiwi ini? Sudah cukup pahamkah kita tentang ilmu-ilmu-Nya? Ini bisa jadi teguran atas hari yang dijanjikan.

Semua itu memang cobaan yang diberikan Tuhan, tetapi Tuhan pun tidak mungkin menjatuhkan bencana sekecil atau sebesar apa pun jika manusia tidak "meminta". Manusialah yang menjadi penyebab terjadinya berbagai bencana di muka bumi ini.
Dewasa ini, Teknologi semakin tidak terbendung kemajuannya, itu menandakan manusia memang sudah semakin pintar. pun pintar dalam berdalih, terkait dengan keterlambatan penanggulangan bencana Mentawai, para petinggi ototritas yang bertanggung jawab selalu berdalih dengan menyalahkan cuaca yang tidak mendukung. Tetapi, apakah benar manusia dengan teknologinya tidak dapat mengatasi rintangan cuaca ini? Keprihatinan lainnya adalah masalah logistik, khususnya bahan pangan. Mengenai peran Perum Bulog sebagai Badan Urusan Logistik (Bulog) Nasional yang bertanggung jawab atas logistik pangan nasional, dan bukan hanya mengurusi raskin-raskin pun masih saja ada orang kaya yang mencoba mencuri-curi demi meraup rupiah yang melimpah- Banyak hikmah dari bencana ini.

#pray for Indonesia
hmmmm..ditulis pada saat bencana terjadi beruntun, saat berita dimana-mana sama, bencana. niatnya bikin kolom opini, tapi tulisan di atas masih banyak kekurangan.. semoga bermanfaat

Wednesday, December 8, 2010

Simple is my life



Life is Beautiful. Hidup ini indah, jadi nikmatilah. Itu moto hidupku. Seorang anak manusia yang berusaha menjalani susah senang hidup dengan bersyukur.
Tercatat, di Rawamangun, 1 november 1990. Ya, dua puluh tahun yang lalu, seorang ibu tampak sedang susah payah melahirkan anak pertamanya. Tangisan bayi memecahkan keheningan sepertiga malam kala itu. Kebagahagiaan pun menyeruak. Anak itu diberi nama Shafiatur Rasyidah. Kata abi dan umi, Shofiah berarti suci, Shoofi / Shoofiyah, orang yang menyucikan diri. Rosyidah, petunjuk atau bimbingan. Roosyidah berarti orang yang mendapat petunjuk. Orang yang menyucikan diri dan mendapat petunjuk. Doa yang baik. Semoga Allah mengabulkannya 
Berbicara masa depan, berbicara tentang cita-cita. Cita-citaku banyak, mungkin hanya dokter dan astronot yang belum pernah masuk dalam list cita-citaku. Aku ingin punya toko buku, ingin punya salon, rumah makan, gerai coklat, butik. Intinya sih kalo dirangkum jadi satu, ya pengusaha. waktu itu aku juga pernah bercita-cita menjadi petani (mungkin waktu itu maksudku, insinyur pertanian.) tapi satu yang belum berubah dari SD hingga sekarang, aku ingin menjadi guru. Tapi tidak hanya guru titik. melainkan guru yang menjadi favorit murid nya. Bukan gila pujian, tapi ingin berusaha agar murid tidak sekedar faham apa yang kita terangkan tapi juga nyaman dengan kita. Kemudian di tempat kuliah, aku mengenal yang namanya dosen. Sosok guru, pembuka wawasan yang banyak memberikan inspirasi dan motivasi untuk terus belajar. Berkembanglah cita-citaku ingin menjadi dosen. Sepertinya aku akan menikmati pekerjaan seperti itu. Menyenangkan bisa berbagi apa yang dipunya, apalagi yang dibagi dosen adalah ilmu. Karena satu hal pasti, dengan memberi, kita mendapatkan sesuatu, sesuatu itu bisa berbentuk materi ataupun immateri, mau itu rasa bahagia, ingin terus mengembangkan diri, sampai rasa tanggung jawab atas apa yang telah dikatakan. Menjadi apapun nantinya, aku ingin seperti yang Nabi kita, Rasulullah SAW katakan:
“Khairunnas anfa’uhum linnas” “Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”
Aku merupakan sulung dari enam bersaudara. Ketika SD aku memiliki empat adik. Memasuki SMP kelas 1 lahir adikku, si bungsu yang cantik, sehingga kini aku memiliki lima adik. Ramai, ya, tentu saja. Tapi itu akan terjadi kalau kita lagi kumpul semua. Karena di Depok aku hanya tinggal dengan adik laki-laki ku yang paling besar, Saif namanya. Sisanya bersekolah di Boarding School, Subang. Terhitung bulan Juli 2010, ummi dan abi juga mulai menetap di sana. Saatnya belajar lebih mandiri. Walaupun terkadang terasa berat karena belum terbiasa. Life must go on! 
Orang tua adalah sumber inspirasi terdekat yang aku lihat secara nyata sehari-hari. Jadi, aku perlu menuliskannya sebagai bagian penting dalam hidupku.
Umi, sosok ibu lemah lembut yang merindukan. Aku bercerita apa saja padanya, mulai dari hal penting sampai yang gak penting. Umi pun begitu. Kami berdua saling memberi masukan satu sama lain. Kebiasaanku, menaruh kepala di pangkuannya. Kalau sudah begitu cerita kami mengalir tak kenal waktu. Ya, itulah hal paling berat yang aku rasakan ketika jauh dari umi. Dengan abi pun begitu, aku suka bercerita padanya. Namun, kondisi yang membuat intensitas tatap muka kami terbatas, tapi untung teknologi sekarang sudah canggih! tanpa batas. hehe
Abiku, idolaku. sosok ayah yang mengayomi dan tidak mengekang, asik. Sosok sederhana yang kaya pengalaman dan ilmu. Koki handal, meski sangat jarang ada waktu untuk memasak, tapi kalau udah masak rasanya pasti gak diragukan lagi. Padahal resepnya itu, ngasal. Memasukkan bahan makanan apa aja yang ada, bumbu2 nya juga hanya pakai feeling. Sempat beberapa kali ketika SMA aku bawa bekal masakan abi, rasanya ada kebanggaan tersendiri. Beliau juga super bolang. Kesana kemari, gak ada capenya! Kalau udah satu bulan gak di rumah,aku menyebutnya bang thoyib.hehe. Jadi, kualitas pertemuan yang maksimal selalu beliau terapkan ke anak-anaknya. Semuanya bareng2 ; mulai dari main ular tangga, cublek2 suweng, 'ungkang2' kaki, belajar, pijit2an, main tebak-tebakan, nyanyi, ngaji, makan-makan, cerita-cerita. Abi suka bercerita apa saja yang seru. Waktu kecil, aku asik dengan ceritanya tentang si kancil dan ketimun nya. Kura-kura dengan si kelinci. Buaya dengan si kijang. Petani dengan ular. Posisi berceritanya selalu sambil tiduran telentang kami berjejer, beliau memainkan tangannya, juga dengan mimik dan peragaan yang lucu sehingga kami selalu tertawa dan tidak pernah bosan kalaupun ceritanya diulang keesokan harinya. Tebak2an nya juga banyak. Terkadang aku suka geli sendiri kalau melihat beliau bercerita atau memberi tebak2an ke adikku yang lain karna aku sudah hafal lebih dulu.. Kalau sekarang, aku asik dengan ceritanya tentang kehidupan! tentang visi misi kita dalam hidup! entah itu dalam keluarga, bermasyarakat, bernegara. Mulai dari ekonomi, politik, geografi, budaya, sosial, semua kami diskusikan. Khasnya kalau lagi menjelaskan sesuatu itu detail dan bicara dengan berapi-api, ditambah dialek betawi yang kental. Beuh!.
Aku meyakini, pendidikan formal di bangku sekolah atau kuliah hanya salah satu dari sekian banyak ‘kendaraan’ yang mengantarkan sampai pada cita-cita kita. Untuk itu, setiap saat kita harus belajar dimanapun dan kapanpun . Berikut kilas balik perjalananku.
Saat ini, aku duduk di bangku kuliah sebagai mahasiswi Politeknik Negri Jakarta, Jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan. Ketika tes aku memang hanya menetapkan pada satu pilihan, yaitu jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan, Prodi Penerbitan. Karna memang minatnya hanya jurusan itu. Kata banyak orang tes nya gampang, tapi belum pernah aku menjadi orang yang seserius saat itu dalam belajar. Aku benar-benar berusaha maksimal, mengulang pelajaran SMA, berdoa, meminta restu doa sampai eyangku di jawa dan kakekku di jakarta. Selebihnya pasrah, diterima alhamdulillah, tidak juga itu yang terbaik. Takdir mengenalkan aku pada teman-teman di poltek yang hebat-hebat dan pada dosen-dosen yang selalu menyemangati untuk terus menulis.
Sebelumnya, aku sempat merasakan kurang lebih setahun kuliah di STEI SEBI (Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Sharia Economics and Banking Institute) walaupun tidak terlalu lama, tapi meninggalkan kenangan yang mendalam. Wes. Tentu saja, untuk pertama kali aku menjalani hidup sebagai anak kos kala itu. Pisah dari orang tua dan adik-adik, hidup kos itu sangat menuntut kemandirian kita, banyak sekali pelajaran dari situ. Setahun menjalin hubungan perkawanan di SEBI, singkat memang, tapi kebersamaan dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi membuat jalinan hubungan kita kuat dan erat. Pasti akan selalu kurindu. Dengan berat, keputusan untuk pindah karna beberapa pertimbangan akhirnya bulat setelah dua semester berada di sana.
Kuliah itu keren, dewasa, bebas, intelek, mandiri. Itu pikiranku saat masih mengenakan putih abu-abu. Saat-saat peralihan dari masa kelabilan SMP ke kelabilan SMA.hehe. Masa-masa indah dalam menjalin persahabatan. Masa dimana dituntut untuk semakin berfikir dewasa. Ketika baru masuk SMA kesadaran dan kemandirian ku belum besar bahkan mungkin 'nol'. Saat mendaftar SMA aku gak ngerti apa-apa dan seperti gak punya SMA yang dituju. Disaat beberapa temanku yang lain sudah bisa mengurus semuanya sendiri. Saat itu malah, umi dan abi pagi-pagi harus nyamperin aku yang waktu itu keasikan libur panjang, sedang nginep di rumah sepupuku,. Tanpa mandi dan dengan ditarik-tarik akhirnya aku ikut mereka dengan mengajak sepupuku yang masih kelas 3 SMP. Jadilah aku, sepupuku, satu adikku, serta umi-abi. Kita muter-muter depok, melihat-lihat dari satu SMA ke SMA lain. Cuek sekali aku saat itu, baru paham gimana saingan dan berjuangnya untuk masuk ke SMA negri setelah menjalani kegiatan belajar sebagai murid berseragam putih abu-abu, apalagi di depok baru ada sampai 6 SMA Negri.
Akhirnya, aku tercatat sebagai murid SMA Negri 3 Depok. Atau biasa disingkat smanti. Satu-satunya sekolah yang pernah aku bilang sama temen-temen smp ku untuk jangan bersekolah disitu.Waktu itu momennya menjelang kelulusan smp kita lagi ngobrol di kelas "eh jangan, SMA 3 kan jauh banget, udah gitu gua pernah baca di majalah muslimah kan ada profile sekolah tu yak, nah bahas smanti, ketat banget tau peraturannya, kalo telat suruh pulang, sepatu item, ada pin sama ikat pinggang nya sendiri harus dipake, kalo ga pake suru pulang, gak bisa cabut. keren sih prestasinya, tapi jauh banget tau dari sini" dengan sok tau aku ngomporin. Padahal saat itu, aku sendiri belum tau pasti dimana letak SMA 3. Baru dengar dari orang. Ternyata eh ternyata, senjata makan tuan. Malah aku sendiri yang masuk ke smanti. Waw. Sekolah dengan jarak terjauh yang pernah kutempuh. Kalau dari TK, SD, SMP aku terbiasa jalan santai, berangkat lima menit sebelum bel masuk. Kali ini jarak tempuhnya paling cepat 25 menit itupun kalo naik motor dengan speed tinggi. kalo naik angkot atau mobil harus sabar dengan macetnya,apalagi pagi-pagi. Hmm, masa SMA bagiku bukan sekedar peralihan dari putih biru menjadi putih abu-abu. Lebih dari itu, masa dimana aku gak hanya main dan belajar di kelas. Tapi aku juga belajar di organisasi. Rohis Al-kautsar, organisasi yang aku ikuti dari kelas 1. Saat masa orientasi siswa baru, Rohis berhasil 'menarikku', promo atau perkenalan nya bagus! dengan teater dan lembaran berisi komik yang menjelaskan detail profil organisasi tersebut. Ada pula stand rohis. Kelas 2 aku mencoba ikut LDK Osis dan diterima sebagai pengurus Osis. Banyak pengalaman dan pelajaran yang aku dapatkan dari situ, belajar merencanakan dan mengatur sebuah acara, belajar melobi agar proposal tembus, belajar mencari dana, belajar bagaimana teamwork yang baik. Dan banyak hal lainya.
Kalau SMA, emosi nya sudah lebih stabil dibandingkan ketika masih SMP, masa peralihan dari kanak-kanak ke akil baligh. Merasa udah gede, gak mau diatur, berontak.
SMP Negri 8 Depok. Tak pernah ada rencana juga aku akan sekolah disitu, sekolah yang sering sekali aku lewati kalo hendak berpergian. smp ku memang bukan yang nomer satu di depok, tapi unggul bagiku karna dekat sekali dengan rumahku. SMP itu kerjaanku main, main, dan main. Paling senang kalo ada tugas kelompok, itu tandanya kita bisa main dari rumah ke rumah. Rata-rata teman-temanku memang rumahnya di sekitar sekolah. Tobatnya pas kelas 3 SMP mainnya sambil belajar kelompok.
Disuruh ikut pengajian, NO! Sampai-sampai berdebat dengan ummi, berdalih sibuk lah apa lah. Gak asik lah. Tapi didaftarin les-les aku senang-senang saja, abi paling hobi, tau2 aku udah didaftarin bimbel lah, sempoa lah, LIA lah. Soalnya, aku sekolah hanya setengah hari begitu katanya. Sampai aku kelas 3 SMP, ummi belum menyerah nyuruh aku ‘ngaji’ atau kalo anak-anak jaman sekarang mentoring istilahnya. Dengan ide begini begitu, persyaratan ini itu, terjadilah kesepakatan antara kami berdua (saelah)
“Temen-temen kamu juga si (x) si (c) si (f) pada ngaji” umi menyebut nama temen2 sd ku.
“ih, yaudah biarin aja”
“ya kan kamu bisa bareng2 mereka kak, enak deket juga rumahnya” rayu umi.
“ogah,”
“Biar kamu tambah rajin kak, kan enak kalo ada temen-temen yang saling nyemangatin, ngingetin, blablabla” ummi mulai ceramah.
Diam-diam aku ngedengerin kata-kata umi,
“bener juga sih” kataku dalem hati. Ya, tapi jual mahal ah.
“Ato kamu ikutan aja deh sama mbak lusi sama mbak uswah dkk tuh” ummi menyebut nama khadimat (pembantu) kami.
Masih jual mahal.
“Gurunya juga masih muda kok, kamu kenal”
Sebenarnya, aku juga sudah tau jadwal kumpul mereka sebelumnya. Setiap hari sabtu, seminggu sekali.
“Yah, paling ga kalo pas lagi di sini ngajinya kamu ikutan sekali-kali,”
“Ato gak, nanti umi bilangin deh, ngajinya di rumah kita aja terus,”
“Yaudah yaudah, nanti pas lagi di sini aku liat dulu tapi” akhirnya aku menyerah.
Jadilah, aku bergabung bersama mereka. Mereka bersembilan. Para khadimat nya ummi, bulek, bude. aku memang akrab dengan mereka semua sebelumnya, dan menganggap mereka sebagai kakakku sendiri.
Masih berbicara tentang SMP. Pengalaman paling berkesan saat SMP buatku, saat aku didaulat mewakili sekolah untuk lomba reading poem di SMA Negri 2 Depok. Walaupun gak menang, tapi sungguh pengalaman tak terlupakan. Mulai dari harus membuat puisi itu sendiri, guruku pun tak membantu. Hanya mengoreksi kalo bahasa inggrisnya kurang tepat. Aku baru tau di akhir lomba,ternyata, panitia memberikan waktu minimal untuk setiap pembacaan puisi, dan puisi yang kubikin durasinya kurang panjang. Dari situ aku banyak belajar. Aku juga tau apa yang harus aku perbaiki untuk selanjutnya. Pengalaman yang tak terlupakan juga saat membacakan puisi untuk closing acara perpisahan. Berkesannya itu karena aku gak ikut gladi resik sama sekali. Lebih tepatnya shock terapi, ditembak beberapa jam sebelum perpisahan usai. Lagi asik-asiknya nonton penampilan teater, tiba-tiba pak Jamal guru bahasa Indonesiaku memanggil,
“Shofi, nanti tolong bacakan puisi yah.”
“Ha?” melongo.
“Ini udah ada puisinya, bapak yang bikin. Nanti kamu berdua sama Imron tampil”
Krik Krik. shock tapi agak tenang sedikit karena udah ada puisinya
“Jadi, pas penutupan nya sebelum bersalam-salaman ada teatrikal, kemudian pembacaan puisi sambil diiringi paduan suara, nanti 8 orang yang naik ke panggung, naiknya berdua-berdua, kamu sama imron nanti di tengah.Yang lain mendampingi disampingnya. Setelah dibacakan, nanti bapak sama bu Hilda muncul, bicara. Baru, menyalami beberapa orang yang diatas panggung. Kemudian baru dilanjutkan salaman keseluruhan,” Pak Jamal dengan logat sundanya yang khas menjelaskan.
Glek. kicep seketika.
“waduhhh pak..” lupa ngomong apa waktu itu, yang jelas panas dingin seketika. Walopun panik, tapi berusaha tenang, ini tantangan. Bukan aku kalo bilang gak bisa hanya untuk tampil sebentar saja. Jadilah, Panggung gedung itu menjadi panggung terbesar pertama dan audiens terbanyak dalam ‘karirku’ membacakan puisi (gaya dah) Closing perpisahan pun mengharu biru.
Sebenarnya, aku hampir masuk sekolah berasrama alias pesantren. Setelah tamat SD aku janjian dengan sahabatku untuk masuk pesantren yang sama, Fauqi namanya, saat ini dia kuliah di Mesir. Aku dan dia sudah sempat ikut tes, selayaknya anak sd aku tes diantar orang tuaku, bahkan adik-adikku semua ikut, jadilah sekeluarga menemani ku tes di pesantren itu. Saat pengumuman tiba aku resah, bukan karna takut gak diterima, tapi rasanya belom mantep untuk jadi anak santri. Apalagi abi yang selalu ngomong begini, "Hayoloo nanti kamu sendirian, nanti kamu kangen.. malem2 kamu nangis terus..nanti nyariin.. a..bi..abi..umi.." dengan nadanya yang khas. Weleh, malah tambah gak siap perasaan. Setelah pengumuman bahwa aku diterima, aku malah memutuskan tidak jadi sekolah disitu. Ya, mentalku belum terbentuk, yang terbayang malah yang gak enaknya semua. Padahal semua adik-adikku kini bersekolah di boarding school. Usut punya usut belakangan aku tau ternyata yang berat hati kalo aku sekolah di asrama itu abi! Haha, pantas saja aku nya gundah. Umi yang bilang gitu, kata umi sambil mengarah ke abi, “ini si babeh, anak pertama, perempuan lagi, gak tega tuh ngelepasnya, maklum dah orang betawi,” dibilang gitu abi Cuma senyum mesam mesem.
Adaptasi di awal masuk dari SD ke SMP masa yang sulit bagiku. Mulai dari gak terbiasa memakai sepatu saat di kelas, gak terbiasa upacara (parah yang ini). Panik waktu latihan upacara karna gak hafal lagu mengheningkan cipta, tim obade nya diliatin satu-satu sama bu gurunya, akhirnya temanku mencatatkan liriknya untukku. Shock ngeliat orang bikin kebetan pas ulangan. Suatu hari, temanku bertanya,
“eh dia tadi ngebet ya pas ulangan?”
“Ha?” aku minta diperjelas.
“itu tadi lo liat gak si X, dia ngebet gak?”
“ngebet? apaan ngebet?” tanyaku polos.
Hening.
Kayaknya temenku juga gak nyangka sama pertanyaanku waktu itu.
“yaampun, itu buka buku, bikin contekan gitu”
“Oh”
Saat belum mendapatkan seragam putih-biru yang lain memakai seragam putih-merah, sedangkan aku memakai rok hijau, kalau jumat warnanya biru muda baju dan rok nya. Ya, mungkin seragam hanya sekedar simbol. Tapi aku memang minoritas disitu.
Aku melihat sekeliling kelas baruku. Aku takut. Anak-anaknya seram dimataku. Enam tahun di SD temanku yang perempuan berjilbab semua, saat adzan dzhuhur kami semua sudah di masjid untuk siap-siap sholat, setelah itu doa bersama, makan bersama, sampai ashar pun kami kembali berjamaah. Seharian full kami menghabiskan waktu di sekolah. Rutinitas selama 6 tahun mungkin begitu melekat sehingga aku harus beradaptasi dengan lingkungan baru yang mana pikiranku saat itu masih bocah.
Yah, dari lingkungan homogen butuh waktu untuk dapat masuk ke lingkungan yang heterogen. Aku terus belajar untuk itu. Karena toh, aku sendiri yang memilih ingin sekolah di lingkungan yang baru. Akhirnya aku bisa melewatinya dengan baik 
Flashback lagi, sebelum putih-biru. Dari TKIT Nurul Fikri, aku pun memasuki kehidupan putih-hijau alias Sekolah Dasar. Di SDIT Nurul Fikri, masih di sekitar rumahku juga letaknya. Kelas 1 SD aku orang yang gak ada suaranya, kata guruku. Masa SD yang berkesan buatku adalah kegiatan ekstra kurikuler nya atau ekskul. Aku ikut mulai dari Brigade Life skill atau yang biasa disebut pramuka. Kegiatan favorit dari Brigade pastinya, kemping! Kemudian aku juga pernah ikut teater, ekskul memasak dan menjahit, yang terakhir ekskul menggambar. Karena kalau sudah kelas 6 ekskulnya dibatasi jadi gak boleh lagi ikut yang berat-berat kegiatannya. Perpisahan SD angkatanku juga berkesan karena diadakan 3 hari 2 malam di Anyer. Pemandangan pantai nya! Gak bisa dilukis dah pokoknya!
Hidup ini indah, jadi nikmatilah! :)