Wednesday, February 9, 2011

Buah Busuk Menghasilkan Listrik, Bagaimana Caranya?

Rabu, 09 Februari 2011, 15:19 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Limbah buah busuk dan buah rusak yang dihasilkan dari aktivitas perdagangan buah di Pasar Induk Gamping Sleman, saat ini telah berhasil menyumbang energi listrik sebanyak 800 watt/hari.

Energi yang digunakan untuk penerangan di sekitar pasar tersebut dihasilkan dari biogas limbah buah busuk tersebut. Pengolahan limbah di Pasar tersebut dilakukan oleh Waste Refinery Center (WRC) Universitas Gadjah Mada (UGM) atas biaya dari Swedish International Development Cooperation Agency (SIDA/NUTEK) sebesar Rp 1,6 Miliar.

Koordinator WCR UGM, Siti Syamsiah, mengatakan potensi buah rusak atau buah busuk yang bisa diolah menjadi biogas di pasar induk Sleman tersebut mencapai 4 ton/hari. Jumlah tersebut mampu menghasilkan energi sebanyak 548 kilowatt/hari.

Teknologi yang dikembangkan untuk pengolahan sampah buah menjadi biogas di Pasar Gamping tersebut mengadopsi tehnologi yang digunakan di Kota Boras, Swedia.

Bagaimana caranya dari buah busuk menjadi listrik? Ada beberapa tahapan. Pertama, buah busuk yang dikumpulkan pedagang daari hasil penyortiran buah dimasukan ke mesin penghancur buah (crusher). Kedua, buah yang sudah hancur tersebut diperas cairannya dengan mesin pemeras (dewatering).

Ketiga, cairan buah dimasukkan dalam reaktor biodigester untuk difermentasi menjadi biogas dan keempat, padatan sisa buah akan dikomposkan untuk digunakan sebagai pupuk sedangkan kelima, biogas yang terbentuk dibersihkan dari H2S dan kemudian disalurkan menjadi bahan bakar generator listrik.

Cegah IQ Jongkok Hindarkan Si Kecil dari Junk Food

Selasa, 08 Februari 2011, 13:44 WIB


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bayi yang diberi banyak makanan olahan mungkin akan memiliki IQ yang lebih rendah dalam hidup mereka kemudian, demikian satu studi Inggris yang digambarkan sebagai penelitian terbesar dalam jenisnya.

Kesimpulan tersebut, disiarkan Senin (7/2), berasal dari observasi jangka panjang terhadap 14.000 orang yang dilahirkan di Inggris barat pada 1991 dan 1992. Kesehatan dan kebugaran mereka dipantau pada usia tiga, empat, tujuh dan delapan-setengah tahun.

Orang tua dari anak-anak tersebut diminta mengisi daftar pertanyaan antara lain, merinci jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi anak mereka. Dari daftar tersebut muncul tiga pola makanan, pertama memiliki kandungan tinggi gula dan lemak olahan, tipe makanan "tradisional" yang banyak mengandung daging dan sayuran, terakhir adalah makanan "sadar-kesehatan" dengan banyak selada, buah dan sayuran, pasta dan beras.

Ketika anak-anak itu berusia delapan-setengah tahun, IQ mereka diukur dengan menggunakan alat standard yang disebut Wechsler Intelligence Scale. Dari sebanyak 4.000 anak dengan data yang lengkap, ada perbedaan mencolok pada IQ di kalangan mereka yang telah mengkonsumsi makanan "olahan" dibandingkan dengan anak yang mengkonsumsi makanan "sadar-kesehatan" saat mereka lebih kecil.

Sejumlah 20 persen anak yang terbiasa menyantap makanan olahan memiliki IQ rata-rata 101 poin, sementara 20 persen anak yang sehari-hari banyak mengonsumsi makanan "sadar-kesehatan" memiliki IQ 106 poin.

"Perbedaannya memang kecil, sih, itu bukan perbedaan yang besar," kata seorang penulis studi tersebut, Pauline Emmett dari School of Social and Community Medicine di University of Bristol, sebagaimana dilaporkan kantor berita Prancis, AFP.

"Tapi itu jelas membuat mereka kurang mampu menghadapi pendidikan, kurang mampu untuk menghadapi sebagian kondisi dalam kehidupan," kata Pauline Emmet.

Hubungan antara IQ dan gizi menjadi masih yang diperdebatkan dengan sengit sebab itu dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk latar-belakang ekonomi dan sosial.

Satu keluarga kelas menengah misal, barangkali lebih mampu secara keuangan untuk meletakkan makanan yang lebih sehat di meja makan, atau memiliki dorongan lebih kuat untuk merangsang nafsu makan anak mereka, dibandingkan dengan keluarga dari rumah tangga miskin.

Mengapa "junk food" memiliki berdampak pada kecerdasan? Emmet menyatakan makanan yang diolah secara berlebih dapat kekurangan unsur dan vitamin penting bagi perkembangan otak besar pada tahap penting masa awal kanak-kanak.

"Makanan 'junk food' tidak bagus buat perkembangan otak," katanya.
Studi itu disiarkan di Journal of Epidemiology and Community Health, yang disiarkan oleh British Medical Association (BMA).

"Junk food" juga berbahaya bagi orang dewasa, sebab makanan semacam itu memiliki resiko yang merugikan kesehatan diakibatkan kandungan tertentu di dalamnya, seperti kandungan lemak yang tinggi, bahan pengawet.